Ekspedisi Lauser hampir saja batal. Dua minggu minggu lagi berangkat, dana masih jauh dari harapan. BPH stapala kemudian, bersama para stapala alumni membentuk tim task force.
Fokusnya, tentu saja mencari dana secepatnya. Konsolidasi dana di antara para alumni akhirnya memperoleh target dana, bahkan melebihi harapan. Tim Lauser tetap berangkat sesuai rencana.
Tim ekspedisi Lauser terdiri dari Jatmiko Edhi Suminar (780/SPA/2004, Reza Dias “Reman” (793/SPA/2006), Naratama Hermawan (795/SPA/2006), Arsi Aditya “V-Jay” (796/SPA/2006), Dwi Udiktya (788/SPA/2006), Sebastian Napitupulu“Kadal”(789/SPA/2006)
Berikut catatan perjalanan Tim Lauser menjelang mencapai Puncak Gunung
Hari ke-10, Senin, 3 September 2007( Simpang Tanpa Nama – Puncak Loser )
Seandainya saja hari kemarin kami bisa sampai di Camp Paya, maka hari ini kami akan dapat menuju ke 2 puncak sekaligus yakni Puncak Loser dan Puncak Leuser. Hari ini target kami adalah Puncak Loser sebelum mencapai Puncak Lauser keesokan harinya.
Cuaca hari ini tampaknya bagus, semoga kami mendapatkan panorama puncak yang indah seperti yang diceritakan Pak Ali. Kondisi kami masih cukup prima. Perlengkapan relatif tidak ada yang rusak, kecuali sepatu Vijay. Bentuk sepatunya sudah parah, sampai menggunakan tali rafia supaya masih bisa digunakan. Sepatu Gamex dan Jaet mulai rusak, tapi belum seberapa dibanding Vijay. Sepatu Pak Ali tidak rusak sedikitpun. Hehehe, karena Pak Ali nggak pakai sepatu, tapi sendal jepit.
Pada saat menyusuri semak perdu yang berbukit-bukit, Pak Ali cerita bahwa di tempat ini pernah ditemukan 2 mayat narapidana. Iya, mereka narapidana yang melarikan diri dan berusaha mencapai Aceh Selatan melintasi Gunung Lauser. Tragis banget ya, jalur gunung lauser memang aman dari kejaran polisi, tapi tidak aman dari hujan dan lapar. Kesihan banget sih.
Lambat laun perjalanan mulai bertemu pemandangan yang semakin indah.Tampak tebing-tebing batu Gunung Leuser dikejauhan. Tampak pula padang rumput di bagian bawah. Kami juga menyaksikan punggungan-punggungan gunung yang berlapis yang hijau. Cuaca yang cerah mendukung pemandangan yang indah menjadi makin indah dan jelas. Kami kemudian tiba di Camp Paya setelah melintasi padang rumput berair yang bertanah empuk.Kami berisitirahat sambil makan bekal.
Selepas Camp Paya kami menyusuri padang terbuka sampai bertemu kawasan berbatu besar. Tampak tebing batu tinggi menjulang, dan batu batu besar berserakan. Batuannya runcing-runcing. Indah sekali, bagai diatur oleh tangan seniman. Kabut yang semakin tebal akhirnya mengundang hujan turun. Angin kencang dan derasnya hujan kemudian menerpa kami. Kami terus berjalan, walau agak sedikit terseok-seok. Tubuh yang dingin, terutama jemari yang seakan membeku, kami sembunyikan di balik raincoat.
Padang berbatu yang luas terhampar, adalah jalur pendakian menuju puncak. Ditandai dengan batu-batu kecil yang ditumpuk. Setiap jarak beberapa meter ada batu bertumpuk di kanan atau di kiri jalur. Bermanfaat sekali untuk memandu pendaki tetap pada jalur. Apalagi pada saat cuaca buruk seperti ini. Mata kami kemudian tertuju pada sebuath tugu. Yeahhh, itu tugu Puncak Loser (3404 m). Kami memacu langkah untuk tiba lebih cepat. Pak Ali dan Gamex paling duluan tiba.Pak Ali memastikan bahwa tugu ini memang Puncak Loser. Alhamdulillah, kami saling bersalaman dan berpelukan bahagia dibawah derasnya hujan.
Tak berlama-lama,kami lalu mendirikan tenda. Wow, sulit sekali mendirikan tenda dan membuat simpul simpul dengan jari jemari yang mulai membeku. Cuaca begitu dingin dengan angin yang kencang menggoncang tubuh. Suhu diperkirakan sekitar 7 derajat celcius. Tubuh kami bergetar terterpa hujan dan angin dingin. Dengan susah payah, akhirnya tenda dapat berdiri di cekungan balik tugu yang bertuliskan S227. Cekungan ini hanya cukup untuk menampung dua buah tenda. Cocok memang buat kami.
Malam ini kami merayakan pencapaian 10 hari pendakian dengan makan enak. Gamex, sang juru masak, membuatkan kami nasi goreng dengan mie dan ikan asin. Lezat sekali, dimakan dengan nasi panas. Kami semua makan dengan lahap. Maklum, hari ini perjalanan begitu berat.Dengan mempergunakan GPS kami melakukan Plotting kordinat. Diluar tenda terdengar cicit suara binatang mengkais-kais sekitar tenda. Tikus hutan sepertinya.
Di dalam tenda kami ngobrol-ngobrol, ditemani hangatnya kopi, susu dan teh panas.Pak Ali membawa tembakau. Uniknya, Orang Gayo memakai nipah untuk membungkus tembakaunya, bukan kertas papir. Pak Ali juga membawa kopi Gayo yang rasanya khas, kental, dan mantap. Kamipun saling bercerita sambil menikmati tembakau dan kopi gayo. Hangatnya malam ini. Bukan karena api unggun, tapi karena suasana persaudaraan yang sedang terbangun. Pak Ali mengungkapkan bahwa malam ini ia merindukan kehadiran cucunya. Ya Pak, kami juga rindu seseorang di sebrang sana….hikhikhik.
Hari ke-11, Selasa, 4 September 2007 (Puncak Loser – Puncak Leuser palsu – Puncak Loser )
Pagi yang cerah, pemandangan dari Puncak Loser sungguh memukau. Langit yang bersih menampakan barisan bukit-bukit di sebelah timur. Terlihat pula Puncak Tanpa Nama yang kemarin kami lalui dan pesisir pantai di sebelah barat daya. Pemandangan yang fantastis. Puncak Lauser juga terlihat jelas, sejelas niat kami menggapainya hari ini. Ya, kami hari ini harus mencapai puncak Lauser, sebagai target ekspedisi tertinggi.
Pukul 08.45 Kami melakukan Summit Attack (pendakian ke puncak) dengan hanya membawa daypack. Seluruh barang-barang di tinggal di dalam tenda.Beban terasa begitu ringan dengan hanya membawa daypack. Kami dapat berjalan lebih cepat dan lincah. Setelah menuruni lembah yang cukup dalam kami melintasi jalur dengan jurang dalam di sisi kanan. Wah, jalurnya sangat berbahaya. Pak Ali mewanti-wanti agar kami ekstra hati-hati.
Cuaca hari ini panas sekali. Medan yang terbuka membuat kulit langsung di tembus sinas matahari. Suhu mencapai 35 derajat Celcius. Kontras dengan hari-hari kemarin yang selalu hujan dan dingin. Kami berjalan dengan penuh semangat. Hari ini kami akan mencapai puncak Lauser. Kami akan mengibarkan bendera stapala di sana, itu yang ada di kepala kami. Jalur pendakian kemudian menanjak, dan terus menanjak. Tidak ada yang lebih berat dibanding melawan letihnya tubuh sendiri. Sudah 11 hari kami menempuh perjalanan dengan hujan dan badai yang menghalangi. Kami terus berjalan…
Pada sebuah puncak bukit kami tiba di puncak bukit dengan pemandang yang terbuka dan sangat indah. Pak Ali mengatakan bahwa inilah puncak Lauser. Spontan kami berpelukan dan melakukan selebrasi pencapaian puncak dan tidak lupa foto-foto. Wah kahirnya kami tiba dipuncak Lauser.
Sejenak kemudian kami tertegun pada suatu puncak lain yang terlihat jauh. Kelihatannya lebih tinggi. Langsung kami mengambil altimeter dan mengukur ketinggian tanah tempat kami berpijak. Ketinggian 3056 m. wah, ketipu nih, Puncak Lauser kan 3100 meter. Kami langsung teringat beberapa laporan perjalanan yang menceritakan banyaknya puncak palsu di Gunung Lauser. Pak Ali mengatakan bahwa setiap kali mengantar para pendaki ya hanya sampai di puncak ini. Tambah penasaran kami.
Sialnya Peta kami tertinggal di tenda. Kami melihat ada jalan setapak menuju puncak bukit yang lebih tinggi itu. Tapi ada lembah yang memisahkan. Pak Ali juga mengatakan kalau ia belum oernah ke puncak itu. Kami berdebat cukup lama untuk memutuskan. Cukup disini atau ke puncak yang lebih tinggi itu. Akhirnya kami memutuskan kembali ke Puncak Loser, tempat kami bertenda.
Setibanya ditenda, langsung kami mencari peta dan plotting. Ternyata benar, berbeda! Puncak tadi bukanlah Puncak Leuser! Berkali kali kami mengulang mengecek peta dan koordinatnya. Yakin, puncak yang tadi kami lihat adalah puncak Lauser yang sebenarnya. Kami merencakan untuk mendaki ke The real Lauser esok pagi.
Dibawah taburan bintang-bintang kami menghitung logistik. Perjalanan ke puncak lauser yang direncanakan dapat ditempuh dalam 9 hari, molor menjadi 12 hari. Bekal kami masih cukup banyak. Cukup untuk perjalanan ke base camp yang direncanakan 4 hari.
Malam ini kami rasakan begitu sejuk dan cerah sekali. Makin malam, kerlipan bintang terasa makin jelas dan mendekat. What a wonderful night. Bintang bintang itu seakan bertaburan hanya beberapa meter di kepala kami. Dekat sekali. Mengagumkan. Maha besar engkau ya Tuhan. Dikejauhan juga terlihat kelap-kelip lampu nelayan yang sedang melaut. Paduan panorama yang memaksa kami berkali-kali berdecak kagum.
Malam ini kami juga dikejutkan oleh HP milik Gamex yang mendapat sinyal. Horeeeee, sepertinya kami menemukan kehidupan yang sempat hilang.Segera Gamex kirim SMS ke Jakarta. Sepersekian detik kemudia Posko Stapala di Jakarta menelpon kami. Betapa senangnya kami mendengar suara saudara-saudara kami lagi, setelah selama seminggu lost contact. Kamipun saling bertukar informasi dan menceritakan progress ekspedisi. Malam ini ternyata kami juga harus menerima kenyataan bahwa salah seorang anggota tim kami, Vijay drop out. Kami semua cukup terpukul. Untungnya justru Vijay tampak tabah.
Hari ke-12, Rabu, 5 September 2007( Puncak Loser – Puncak Leuser – Camp Paya ).
Hari ini kembali kami melakukan Summit Attach ke Puncak Gunung Lauser. Kali ini tidak lupa membawa peta. Kami menyandang day pack, sementara Pak Ali menyinjing Parang. Siap berjuang menempuh rintangan ke puncak sebenarnya.Pukul 08.45 perjalanan kami mulai.
Kami tidak melintasi Puncak Palsu yang kemarin, tapi berjalan mengitarinya. Tibalah kami di suatu tempat diaman dapat terlihat jelas Puncak Lauser. Sayangnya, tidak terlihat jalur menuju puncak tersebut. Kami terhalang tebing. Dan Tidak mungkin menuruni tebing terjal itu. Wah gimana ini. Kami terus menyusuri bawah tebing, tidak putus asa. Pak Ali terus berusaha membuka semak pepohonan mencari jalur yang mungkin sudah tertutup. Tidak sia-sia, setelah turunan curam, kami tiba di kaki bukit Puncak Lauser. Dan tampaklah jalur pendakian menuju PUncak Lauser.
Selanjutnya Summit Attach baru benar-benar terjadi. Jalur pendakian cukup terjal dan menguras tenaga. Sinar matahari yang menyengat menambah terkurasnya energi kami. Medan yang terbuka memang memaksa kami berhadapan langsung dengan panas dan hujan. Kami terus berjalan, perlahan. Setapak demi setapak. Terus maju, demi berkibarknya bendera Stapala.
Pukul 11.35 Kami tiba di Puncak Gunung Lauser. Puncak yang sebenarnya. Dengan GPS dan Peta kami meyakinkan diri kalau kaki kami telah menginjak puncak sebenarnya dari Gunung Lauser. Kami telah menggapai puncak, target dari ekspedisi Lauser 2007. Yeaahhhhh, ingin rasanya kami berteriak sekuat tenaga untuk melepaskan beban yang telah lama terpendam. Ingin juga melompat-lompat melampiaskan kegembiraan yang tak terkira. Kami melakukan sujud syukur. Alhamdulillah kami telah dapat melaksanakan amanah dari seluruh anggota Stapala. Jaet mengumandangkan adzan, tanda syukur yang sangat dalam.
Puncak Luaser tidak terlalu luas, bentuknya memanjang. Tidak ada tugu triangulasi seperti puncak-puncak gunung lain.Beberapa bendera kelompok pecinta alam menghiasi puncak. Indahnya pemandangan tidak dapat kami ukur karena kabut yang mulai turun. Kami yakin pemandangan pasti sangat indah, bila cuaca cerah. Tapi tebalnya kabut tetap saja tidak bisa menghalangi kami dari kebahagian dan kepuasan mencapai Puncak Lauser. Jarak pandang kami hanya beberapa meter. Kami berisitirahat beberapa saat di puncak sambil makan. Kami putuskan untuk tidak berlama-lama di puncak mengingat target perjalanan yang sangat mepet.
Perjalanan Turun Gunung
Hari ini kami langsung menuju Camp Laya, setelah membongkar tenda dan perbekalan di Puncak Loser. Sebelum tiba di Puncak Loser kami juga sempatkan berfoto-foto di danau kecil yang begitu romantis. Airnya jernih, bening, dan segar waktu diminum. Keren banget. Camp Paya kami capai Pukul 18.45. Kami bermalam disini malam ini. Kami tidur dengan perasaan puas dan berbunga-bunga. Tercapai sudah mimpi anak Stapala.
Perjalanan turun gunung Lauser tetap tidak bisa dipaksakan terlalu cepat. Medan yang turun naik memaksa kami untuk tetap sabar dan berhati-hati. Kami menginap lagi di Bipak Kaleng, Camp Sungai Alas, Lintasan Badak, dan Tobacco Hut, sebelum mencapai Base Camp.Kami Tidak ingin perjalanan turun molor seperti pendakian ke puncak. Logistik kami sudah sangat terbatas. Salah seorang anggota tim, Jaet harus menghadiri Wisuda pada tanggal 12 September 2008.
Diperjalanan turun, logistik yang kami timbun dapat diambil kembali. Serasa mendapatkan harta karun..hehehehe. Perjalanan turun gunung tetap dengan kisah yang hampir sama. Bukit yang tidak habis-habisnya, Hutan lumut yang begitu lembab, Sungai-sungai dengan air yang jernih. Dan halang rintang yang mengharuskan kami merangkak dan merayap. Tubuh pun kembali harus jungkir balik dimakan licinnya jalur pendakian, dan malang melintangnya akar pohon. Tapi halang rintangan itu tidak ada apa-apanya dibanding semangat menggelora untuk kembali ke peradaban.
Oh ya di perjalanan turun kami melihat lintah yang begitu besar dan berwarna indah. Rasanya tidak ada lintah jenis ini di Pulau Jawa. Agak Aneh.
Hari ke 17 kami disambut oleh tim basecamp, Kadal dan Udik, di daerah kira-kira satu jam perjalanan dari Tobacco Hut. Semua beban di tubuh ini seakan luruh. Alhamdulillah kami bisa kembali dengan selamat. Tim Base Camp adalah bagian dari sukses tim kami mencapai Puncak Lauser. Tanpa mereka yang begitu sabar menunggu, kami tidak mungkin dapat menyelesaikan ekspedisi ini. Kami sempatkan mampir ke rumah Pak Ali, dan memberikan kenang-kenangan berupa Sweater Stapala. Pak Ali sangat berjasa bagi ekspedisi kami.Kami langsung hari itu juga kembali ke Kutapanjang dan diteruskan ke Jakarta.
Kami tak akan melupakan Gunung Lauser yang indah. Kami juga tak akan lupa orang-orang Gayo yang baik hati dan ramah-ramah. Sungguh suatu pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Terima kasih Tuhan atas segala KaruniaMu.
Disarikan dari laporan perjalanan Tim Ekspedisi Stapala Lauser 2007 yang ditulis Ramon “Reman”Diaz (793/SPA/06)
pengen rasanya kaya gitu 🙁