Pernah kah kau terjatuh lalu kau bangkit?

Pernah kah kau merasa lelah dan ingin menyerah?

Pernah kau merasa bosan dan ingin berhenti bertahan?

Pernah kah kau merasa dekat karena penderitaan?

DIKLAT STAPALA

Ada luka, ada sengsara

Banyak kesal juga air mata

Dibalik tangisan ada banyak tawa

Dengan tragedi tercipta komedi

Ini tanganku, raih dan ayo berjalan bersama, saudaraku

DIKLAT STAPALA

Pelajaran

Perjalanan

Bertahan

DIKLAT STAPALA

Untuk generasi muda yang tangguh dan luar biasa

 

Perjalanan ini dimulai pada hari Jumat, pukul 16.00 WIB, 7 Oktober 2016. Technical meeting diadakan di depan POSKO STAPALA. Saya yang baru menjadi penduduk PKN STAN Bintaro waktu itu adalah orang lugu yang tidak tahu apa-apa tentang DIKLAT STAPALA atau pun kemapalaan lainnya. Yang saya tahu, untuk masuk sebuah oraganisasi kita harus daftar, masuk, dan menjadi anggota organisasi tersebut. Tapi kenapa mereka menyebut DIKLAT? kenapa ada kata-kata bertahan di instagram @stapala? Bodohnya, saya tidak berpikir lebih jauh dan menganalisa. Saat itu, panitia menjelaskan alur diklat. Ada diklat kampus, diklat lapangan, dan masa bimbingan.

Hari berganti, diklat dimulai, waktu pun mulai tersita. Dalam diklat kampus, kami diajarkan tentang berbagai macam pengetahuan kepencintaalaman yang pastinya pelajaran ini tidak akan kita dapatkan di bangku perkuliahan. Selain diberi pengetahuan, kami juga dilatih untuk rutin berolahraga dan melakukan latihan-latihan fisik dasar. Kata kak Cupang, koordinator Olah Kanuragan (OKA), kegiatan ini diadakan bertujuan untuk membuat kami terbiasa bangun pagi, menjadikan olahraga sebagai kebiasaan, dan tentunya agar tubuh menjadi lebih sehat dan kuat. Awalnya memang berat guys, kegiatan OKA dilaksanakan mulai pukul 05.00 WIB s/d 07.00 WIB setiap hari Selasa dan Kamis, serta mulai pukul 06.00 WIB pada hari Sabtu dan Minggu. Namun setelah dijalani, semuanya terasa menyenangkan. Tanpa sadar kami bisa mencapai angka matriks latihan maksimal yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan bahwa kami bisa melakukannya. Kalau kata kakak panitia sih “Lampaui Batasmu…!”

Awal Desember 2016, kami telah memasuki fase diklat yang kedua, yaitu diklat lapangan. Diklat lapangan diadakan di kampus dan puncaknya akan diadakan di suatu tempat yang masih dirahasiakan oleh panitia. Oke, saya akan bercerita sedikit tentang diklat lapangan kampus. Disini, kita dilatih untuk mempraktekkan langsung materi-materi yang sudah kita dapat pada saat diklat kampus. Bagaimana cara packing dan unpacking carrier, mendirikan bivak, menentukan arah (orienteering), bertahan hidup di alam (survival), bagaimana pertolongan pertama pada kegawatdaruratan (PPGD), dan lainnya. Lebih dari itu, mental kami juga diuji disini. Persaudaraan adalah harga mati. Satu kesalahan saudara berarti adalah kesalahan semua anggota. Grup angkatan selalu ramai. Banyak hal yang dibahas: “kenapa kamu ga datang OKA?” “Apa alasannya?” “Alat-alat kita gimana?” “Ayolah datang sodara, kasian sodara-sodara yang rajin datang”. Setiap hari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah kata-kata wajib di grup angkatan. Pembahasan tentang apa yang terjadi pada diklat hari ini selalu menjadi pembahasan yang tiada habisnya. Sadar tidak sadar, kami seperti berada di zona dimana kami dituntut untuk selalu bersama dan bisa menghadapi setiap masalah.

Akhirnya diklat lapangan yang “berat” ini berakhir pada Subuh, 1 Januari 2017. Upacara yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya diadakan oleh panitia untuk menyambut kedatangan kami setelah lima hari “berpetualang” di tengah hutan belantara. Secara pribadi, ini adalah momen yang membuat saya sangat terharu. “We’ve been going so far, sods”. Perjuangan ini membuat kami merasa begitu dekat satu sama lain. Kita tumbuh kuat secara fisik dan mental bersama-sama, tertawa, tidur, berlari, makan, dan menangis bersama.

Berakhir diklat lapangan, sekarang kami memasuki fase diklat terakhir, yaitu Masa Bimbingan (Mabim). Everything has changed in this phase. Panitia hadir layaknya kakak yang mengajarkan adik-adiknya, siswa diklat diperkenalkan dengan posko dan diharapkan untuk akrab dengan semua yang berhubungan dengan posko. Saat mabim ini, kami diminta untuk memilih divisi kepencintaalaman yang sesuai dengan minat dan bakat kami. Sebenarnya tidak bakat juga tak menjadi masalah, yang penting memilih terlebih dulu. Pendivisian ini bertujuan untuk melestarikan ilmu kepencintaalaman yang ada di STAPALA. Saat diklat kampus kami sudah diceritakan sekilas tentang divisi-divisi yang ada di STAPALA, dalam mabim ini kami mendalami apa dan bagaimana melakukan kegiatan ekspedisi pada divisi tersebut. Kami diperkenalkan dengan alat-alat, latihan pendukung, dan bagaimana teknik olahraga dalam divisi masing-masing. Oh yaaa, STAPALA mempunyai empat divisi, yaitu Gunung Hutan (GH), Rock Climbing (RC), Susur Goa (Caving), dan Olahraga Arus Deras (ORAD).  Setiap divisi wajib melaksanakan minimal satu kali perjalanan untuk mempraktekkan ilmu dan skill yang sudah didapatkan selama mabim. Kebetulan karena Januari adalah jadwal Ujian Akhir Semester Gasal, semua divisi melaksanakan perjalanannya pada Februari 2017.  Buat yang pingin tau gimana sih kegiatan ekspedisi di masa bimibingan STAPALA 2017, bisa klik link ini dan ini.

Pertengahan Maret 2017, semua siswa diklat STAPALA 2017 dikumpulkan di posko. Koordinator diklat STAPALA 2017, kak Saha, menyatakan bahwa Masa Bimibingan diklat STAPALA 2017 sudah berakhir. Kami pun sadar, semua fase dalam diklat telah kami jalani. Artinya, waktu pelantikan menjadi Anggota STAPALA sudah dekat. Benar saja, rupanya panitia tidak mau merahasiakan tentang acara pelantikan yang sudah dekat. Ketua Umum STAPALA, Kak Gamping, berperinsip di diklat ini tidak akan ada drama. Semuanya kita lakukan sesuai dengan logika dan kepedulian panitia dan siswa Diklat. Kami diminta untuk lebih rutin lagi latihan OKA bersama, karena acara pelantikan nanti adalah perjalanan naik gunung, jadi semua elemen yang terlibat harus sehat dan kuat.

H-1 menjelang berangkat pelantikan, dua saudara kami, Meyong dan Sae, menyatakan bahwa mereka mengundurkan diri dari Diklat STAPALA 2017. Wah bagaimana ini??? Semua tahu aturannya, tidak berkangkat acara pelantikan berarti tidak dilantik menjadi anggota STAPALA. Meyong mengundurkan diri karena terkendala izin dari orang tua. Sedangkan Sae mengundurkan diri karena asma yang dideritanya saat ini membuat kondisi tubuhnya tidak fit. Sontak kabar ini membuat kami bingung dan tidak terima. Hampir 6 bulan berjuang bersama dan sekarang mereka mengundurkan diri di hari-hari terakhir diklat??? Aaaaaaaah tidak. Malam sebelum berangkat pelantikan, kami semua berkumpul di kosan Ligan, menyiapkan semua keperluan, mencari Meyong, dan berusaha membujuk Sae supaya mau ikut datang esok subuh ke Posko.

Sebelum subuh, 18 Maret 2017, siswa dibagi dua, sebagian menjemput Sae, dan sebagian lainnya menjemput Meyong. Tepat pukul 05.00 WIB kami sampai di depan posko. Sudah ada Kak Gamping dan Kak Bowas disana. Kami diminta Kak Gamping untuk duduk berkumpul. Pada saat duduk bersama ini, Sae berdiri. Dia masih kukuh pada keputusannya untuk tidak ikut acara pelantikan. Berpatokan pada diklat lapangan lalu, acara lapangan memang berat. Bayangan tentang apa yang akan terjadi nanti masih buram dan “ngawang”. Tidak ada yang tahu apa skenario panitia untuk acara pelantikan. Walaupun tidak ada drama, kita akan melakukan sebuah perjalanan yang pastinya menguras tenaga.

Semua siswa terdiam dengan penuturan dan tangisan Sae. Dia merasa benar-benar tidak kuat. Kami pun sebenaranya bisa melihat itu. Kami bingung untuk bereaksi bagaimana dan kata-kata apa yang bisa membuat Sae yakin bahwa dia akan baik-baik saja. Untung lah ada Ncheck dan Satam, siswa diklat dari Bea Cukai Tk.3. Kata-kata mereka bijak, menyentuh, dan berhasil menumbuhkan lagi semangat Sae, Meyong, dan kami semua untuk tetap lanjut. Kami berjanji untuk menjaga Sae bagaimanapun keadaannya di lapangan nanti.

Paginya, kami berangkat dengan menaiki truk. Mata kami ditutup dengan slayer sehingga kami tidak tahu kemana kendaraan ini akan membawa kami. Sekitar 2,5 jam perjalanan, Truk rasanya mulai memasuki wilayah berkelok-kelok dan jalanan berbatu. Kami dari awal sudah menduga-duga dimana pelantikan akan diadakan. Banyak suara yang bilang di Gunung Gede. Setelah membuka mata, ulalaaa… ternyata dugaa kami salah. Di depan kami terbentang hamparan kebun teh. Pemandangan ini pun tentunya sudah tidak asing lagi bagi kami. Ini adalah kawasan Gunung Kencana. Setelah semua siswa memakai carrier, kami diminta berjalan berbanjar mengikuti kak Saha. Kawasan kebuh teh ini terakhir kami jelajahi tidak sedingin ini. Hari itu hujan dan sepertinya tidak akan berhenti. Kondisi dingin karena hujan di lapangan belum pernah kami rasakan sebelumnya.

Setelah sampai di pintu hutan, kak Saha berhenti. Kami diminta untuk memasak, makan, dan shalat. Siswa yang laki-laki mendirikan fly sheet untuk dapur dan tempat shalat. Setelah semua selesai shalat, kami makan bersama. Sebelum memulai pendakian, Kak Eby muncul dan meminta kami untuk melakukan gerakan pemanasan dan strength. Tak tanggung-tanggung, untuk setiap gerakan strength adalah 3 seri dan setelah semua gerakan selesai, semua gerakan diulangi lagi sampai dengan 3 kali dengan frekunsi yang sama. Rasanya belum mulai jalan tapi udah capek.

Oke, kami mulai memasuki hutan dan mendaki, beberapa puluh meter pertama. Rasanya sudah sangat capek dan berat karena pendakian yang cukup terjal dan kondisi tubuh kami yang baru mulai menyesuaikan dengan jalur tracking. Saya khawatir dengan Sae, bagaimana dia bisa mendaki kondisi seperti sekarang? Setelah tanya kepada teman di belakang, baru saya tahu kalau Sae bersama Kak Eby di bawah dan tidak ikut mendaki. Ternyata panitia sudah mengantisipasi keadaan Sae. Dalam perjalanan ini, ada yang berbeda dari keadaan hutan Gn. Kencana dibanding dulu waktu kami diklat lapangan. Sekarang pacet berkeliaran dan hinggap di setiap bagian pakaian kami. Bahkan banyak juga sudah sampai dan menghisap darah di permukaan kulit. Pacet berbagai macam warna pun kami temui, ada yang warna biru, hijau, pelangi, dan hitam. Mereka terlihat lebih ganas karena saking banyaknya.

Perjalanan dimulai pukul 13.30 WIB, sekitar satu jam setelah pendakian kami sampai di Puncak Gunung Kencana. Setelah rehat sebentar, siswa diklat dan panitia yang mendampingi melanjutkan perjalanan. 1 jam, 2 jam, 3 jam, kami mulai kehausan. Belum ada izin minum dari panitia. 4 jam, 5 jam kemudian, kerongkongan saya mulai sakit, sodara di depan saya, Lado, dan Wakten, mulai tidak kuat berjalan. Maghrib pun menjelang. Hari semakin kelam. Akhirnya kami berhenti untuk shalat Maghrib. Setelah itu, panitia membawa kami ke tempat dimana kami akan beristirahat malam itu. Kami pun lega karena sudah bisa beristirahat sejenak dan minum air. Kami semua, 27 Siswa dan Sae pun sudah bergabung, tidur bersama di bawah flysheet. 1 hari sudah berlalu, kataku pada saudaraku. Kami bersyukur rangkaian pelantikan yang sejauh ini berjalan sangat diluar bayang-bayang dan perkiraan kami.

Ahad, 19 Maret 2017, sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, kami terbangun karena suara Yonglek dari luar bivak. Yonglek sedang ditanyai oleh Kak Jebul. Semua siswa buru-buru keluar dari bivak. Melihat Yonglek yang sedang “posisi”, kami spontan juga “posisi”.  Rupanya malam itu perjalanan akan dilanjutkan. Kami diberi waktu beberapa menit untuk packing semua peralatan ke dalam carrier. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok yang masing-masing dipimpin oleh Kak Jebul, Kak Inul, dan Kak Gadang. Kami susuri jalan menurun perbukitan. Saya melihat danau terbentang di bawah bukit ini dan kami bergerak menuju kesana. Ya Allah, mau diapakan kami di danau? Disuruh berenangkah? Atau disuruh lari mengitari danau? Berbagai spekulasi pun muncul. Sesampainya di danau, sudah banyak panitia yang menunggu dan spekulasiku lagi-lagi salah. Kami tidak disuruh berenang ataupun berlari. Tiga tim yang telah dibagi diperintahkan untuk mengambil barang di ujung danau. Siswa yang mahir berenang dikumpulkan, diberi penjelasan, dan diminta mempersiapkan diri. Sementara siswa lain membuat rakit dan menyiapkan logistik untuk perenang. Sepertinya kegiatan ini dimaksudkan panitia untuk melihat kekompakan, kelihaian tali temali, dan kecepatanggapan siswa. Alhamdulillah semua berjalan aman dan lancar.

Setelah shalat shubuh, kami diinformasikan akan melakukan pendakian lagi dalam misi penanaman pohon di titik-titik yang telah ditentukan. Panitia sudah menyiapkan pohon yang akan kami bawa. Pendakian kembali dimulai, jalur yang dilalui sekarang adalah jalan beraspal yang bisa dilewati oleh mobil. Perjalanan yang didamping oleh kak Claudio ini cukup memakan waktu karena siswa perempuan umumnya sudah sangat lelah sehingga pergerakan menjadi lambat. Seteah 1  setengah jam berjalan, sampailah kami di air terjun, di dekatnya sudah ada kak Saha dan kak Bowas, kami diminta untuk bersih-bersih. Siswa putri yang dari tadi sudah lesu berteriak kegirangan berlari ke arah air terjun.. Semua siswa berdiri dibawah air terjun, sejuk… segar… biuurrr!!!! Rasanya ada energi baru setelah disiram air terjun.

Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan. Tetapi kali ini didampingi oleh lebih banyak panitia. Mata kami ditutup dan dipapah mengikuti arah yang disebutkan panitia. Setiap siswa memegang carrier saudara didepannya. Jalan mendaki, menurun, terjal, panitia mengarahkan. Kami tidak tahu akan dibawa kemana tetapi ini terasa sudah jauh dari tempat terakhir kami bisa melihat. Perjalanan terus berlanjut, sepertinya perjalanan ini menuju air lagi. Setiap siswa dipisahkan dan dipapah oleh panitia yang berbeda-beda. Saya diminta melepaskan carrier dan dipapah turun tangga, kemudian masuk ke dalam tempat berair. Ditempat itu saya merasakan ada saudara di samping saya. Yap, ternyata Meyong. Saya bisa mengenali suaranya. Kami diminta nyebur ke dalam air. Brrrrr dingiiiin. Sepertinya di depan kami ada air terjun lagi dan air disini terasa sangat sangat dingin. Tak beberapa lama setelah itu kami diminta berdiri, balik kanan, dan membuka penutup mata. Dan subhanallah, di sekeliling kami sudah berdiri panitia dari berbagai tahun angkatan. Jujur, saya selalu surprise dengan konsep acara dan apa yang terjadi di diklat STAPALA ini. Alhamduillah, hari ini, Ahad, 19 Maret 2017, 27 siswa telah resmi  dilantik dengan nomor keanggotaan 1164/SPA/2017 s/d 1190/SPA/2017.

Setelah acara pelantikan, semua anggota STAPALA berjalan kembali ke arah danau. Panitia telah menyiapkan makanan untuk semua anggota makan bersama. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan penyerahan bibit pohon buah-buahan dari STAPALA kepada perwakilan masyarakat setempat. Penyerahan bibit pohon ini bertujuan agar masyarakat nantinya dapat merasakan manfaat dari kedatangan STAPALA di daerah mereka. Kak Gamping bersama para anggota baru menanam bibit-bibit pohon yang telah dibawa. Ada beberapa jenis bibit pohon yang ditanam, ada pohon mangga, belimbing, dan jambu. Ketua pemuda masyarakat setempat pun berjanji akan menjaga agar pohon-pohon ini dapat tumbuh subur sehingga bisa dirasakan manfaatnya kelak.

======                =======

Hai, saudara-saudara dan calon saudara-saudaraku, apa yang terlihat dari luar tidak selalu mencerminkan keadaan di dalamnya. Mungkin banyak dari teman-teman yang melihat kami lari-lari, menggendong 3 carrier, merasa prihatin, dan menjadi takut masuk ke STAPALA. Sadar tidak sadar, STAPALA telah mendidik kami untuk menjadi generasi yang kuat, pemuda-pemudi yang tidak gengsian, kaum muda yang siap dan rela berkorban. STAPALA adalah rumah untuk orang-orang yang tidak palsu, orang-orang yang selalu menerima bagaimana keadaan saudaranya, dan untuk orang-orang yang berani mewujudkan cita-cita yang tidak mungkin sekali pun. Minggu, 19 Maret 2017, Alhamdulillah perjalanan diklat STAPALA 2017 ini berakhir. Kami, 27 orang siswa akhirnya dilantik menjadi bagian keluarga besar STAPALA.

Ini adalah akhir dari perjalanan diklat, tetapi merupakan awal dari perjuangan bersama keluarga, untuk mewujudkan mimpi-mimpi dan cita-cita besar STAPALA. Kami, STAPALA 2017, untuk STAPALA DJAYA. Kita, keluarga besar STAPALA, untuk INDONESIA.

 

Rahmi Yanti “Yukjum”
1164/SPA/2017

 

Daftar Anggota STAPALA Angkatan 2017

 

1164 /SPA/ 2017 Rahmi Yanti – Yukjum
1165 /SPA/ 2017 Rizaldy Muhammad Alim – Ganal
1166 /SPA/ 2017 Chamdan Aji – Walang
1167 /SPA/ 2017 Altarrino Aghna Asysyifa – Beruk
1168 /SPA/ 2017 Ronald Megasatrya Putra Maduwu – Kutir
1169 /SPA/ 2017 Imanishi Dwi – Pleci
1170 /SPA/ 2017 Faisal Anggito Indriwanto – Sukro
1171 /SPA/ 2017 Almuhaimin R. Ramadhan – Juku
1172 /SPA/ 2017 Meilia Ratna Junita – Bubor
1173 /SPA/ 2017 Danang Tricahyono – Bajing
1174 /SPA/ 2017 Dicky Ikwantoro – Tengu
1175 /SPA/ 2017 Rezky Aries Munandar – Ligan
1176 /SPA/ 2017 Afif Dyaka Adiyasa – Mbohlah
1177 /SPA/ 2017 Dhea Ashifa Swara – Lado
1178 /SPA/ 2017 Arie Aulia Ar-Rahman – Gemak
1179 /SPA/ 2017 Nanda Noor Maisandy – Ncheck
1180 /SPA/ 2017 Alfian Nur Huda – Wucing
1181 /SPA/ 2017 Arif Jabbar Husin Harahap – Toleb
1182 /SPA/ 2017 M. Amiruddin – Maskel
1183 /SPA/ 2017 M. Rezky – Satam
1184 /SPA/ 2017 Fakhri Muhammad – Abuy
1185 /SPA/ 2017 M. Fandy Z. – Bengis
1186 /SPA/ 2017 Hendra Mulya – Sae
1187 /SPA/ 2017 Grace Caroline – Wakten
1188 /SPA/ 2017 Annisa’ul Azizah N. – Meyong
1189 /SPA/ 2017 Yogi Kurniawan – Yonglek
1190 /SPA/ 2017 Aziz Anugrah S. – Panjul