Oleh Wakpip 1404/SPA/2024

Pukul 19.15 : Awal dari semuanya
Malam ini seperti malam-malam yang lalu. Kesunyian petang dan lanunan serangga malam ikut melengkapi suasana teras posko. Menenangkan. Dengan lantai yang sedikit basah karena terpaan hujan sebelumnya, kami duduk di kursi yang aku yakin telah menjadi saksi bisu kenangan ribuan orang selama keberadaannya di tempat ini. Malam ini, dimana semua cerita berawal. Pertemuan pertama calon anggota gunung hutan.

Kedatangan kami disambut hangat oleh senior kami. Salah satunya ialah kak Digi. Dengan senyum karamel serta candaan renyahnya, ia menjelaskan masa bimbingan dan program kerja divisi gunung hutan yang akan kami tempuh bersama.

Sepertinya menyenangkan.
Semakin sedikit camilan yang tersisa beriringan dengan semakin dalam kami membahas masa bimbingan ini. “Nah sekarang, boleh langsung ditentukan aja struktur pelaksana masa bimbingannya”. Aku menelan ludah. Sedari pembicaraan tadi, perasaanku tidak enak. Camilan di meja menyuruhku untuk memakannya agar aku tetap diam dan tidak terlalu mengikat perhatian. Dan benar saja, aku (terpaksa) terpilih sebagai ketua pelaksana masa bimbingan ini. Beruntungnya aku tidak sendirian. Pilop sebagai rundown manper dan time keeper, Bernas sebagai bendahara, Gusman sebagai logistik, Mace dan Diana sebagai konsumsi, Soke sebagai akomodasi, Jipi sebagai dokumentasi, Micin sebagai medis, capo sebagai navigator (yang awalnya kami ragukan), Ujet sebagai sweeper dan PJ OKA, dan koro sebagai PJ carbon offset.
Masa bimbingan ini akan menyenangkan. Pasti menyenangkan.

***
Hari-hari selanjutnya kami mulai mencicil persiapan masa bimbingan.
Di sela pampatnya perkuliahan, kami sempatkan waktu untuk pelatihan materi dan berolahraga bersama. Aku terperangah. Ternyata belajar tentang orientasi peta dan navigasi darat cukup membuat rasa penasaranku menjadi-jadi. Kerut menyenangkan juga muncul pada wajah saudara-saudaraku saat mereka mempelajari hal baru.

Kami mengangguk-angguk. Puas atas penjelasan yang diberikan oleh Bang Jedut.

Pukul 15.00 : Keberangkatan

Posko penuh dengan barang-barang. Semuanya sibuk untuk persiapan berangkat sebentar lagi. Tentunya setelah briefing dan belanja logistik yang telah dilakukan pagi tadi. Beruntungnya ada spaghetti yang telah dimasak oleh kak Opkem tadi. Kenyang. Setidaknya bisa menggantikan nasi untuk tenaga perjalanan nanti.

Bbrrmm. Suara mesin motor Revo keluaran 2011. Dikendarai oleh Koro dan Diana. Salah satu hubungan baru yang tercipta saat masa bimbingan ini. Bapak dan anak. Koro memang orang yang lucu dan menjengkelkan. Namun kharismanya dalam menjaga Diana, membuat kami yakin bahwa dia layak.

Keberangkatan kami ditemani oleh cakrawala yang lambat laun men-jingga. Indah sekali. Padatnya lalu lintas membuat kami seringkali terhenti. Namun, aku justru bisa menikmati lingkungan sekitar lebih sering. Pedagang keliling, Ibu-ibu bermotor dengan 3 anak dibelakangnya, dan trotoar setengah jadi yang pembangunannya tidak dilanjutkan (mungkin). Menjadi ciri khas area dataran rendah dengan standar ekonomi menengah.
“Tolol”.
Aku diteriaki oleh salah satu pengendara motor karena melawan arah. Mau bagaimana lagi. Aku sempat salah jalan karena salah membaca google maps. Begitulah, terkadang perjalanan kami sempat terhenti sebentar untuk menunggu salah satu dari kami yang tertinggal ataupun salah jalan.

***
Bepergian menggunakan motor begitu mengasyikan.
Kami menuruni sedikit anak tangga yang kami kira tidak ada jalan disitu sebelumnya karena gelapnya malam. Mang Acim, Desa Cipelang. Basecamp tempat kami bermalam sebelum berpetualang esoknya. Aku terkejut. Telah tersaji pemandangan yang begitu apik. Gemerlap lampu rumah penduduk serentak menyembah bayangan besar gunung Pangrango.

“Maaf ya, masaknya cuma seadanya saja”. Ucap Umi yang sedang menyiapkan makan malam kami.
Bohong. Nasi yang basah karena diguyur dengan sop hangat. Tempe, teri, dan kerupuk yang menambah gurihnya sajian. Serta sambal merah hasil cobekan manual yang pedasnya baru terasa saat porsi makan tinggal seperempat. Masakan ini justru memiliki nuansa ‘masakan rumah’ yang begitu mahal. Melahap satu suap saja sudah mengingatkan kami atas masakan ibu. Sungguh nostalgia.

Hempasan udara dingin malam hari menyisir sela-sela pakaian kami. Senyap dan tenang. Kami beristirahat bermodalkan jaket dan barang apapun yang bisa dijadikan bantal. Kecuali Capo. Dia membawa bantal portable, salah satu dari sekian banyaknya peralatan barunya.

Pukul 04.30 : Petualangan

Aku terbangun. Meringkuk kedinginan. Mencari sesuatu yang dapat dipeluk. Namun hanya ada Soke dan Gusman. Keadaannya belum begitu darurat agar memutuskanku untuk memeluk mereka.
Satu per satu dari kami terbangun.

Sekarang terlihat begitu jelas. Perawakan besar gunung Pangrango, menginjak lautan kabut putih yang menyelimuti rumah para penduduk. Cahaya mentari dari timur menambah kenyamanan kami selagi meneguk teh hangat buatan Umi.

Satu-dua puntung rokok dibuang, yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang.
Sebuah wadah besar yang berisikan nasi goreng hangat, penuh. Lezat. Kami mempersiapkan diri terlebih dahulu sebelum memulai perjalanan. Mandi, packing. Aku pribadi tidak terlalu mempermasalahkan kebersihan raga ini untuk tracking. Toh, lagian nanti akan ada sungai di atas. Ya, salah satu alasan kami memilih gunung salak karena sumber air terbilang cukup banyak di sana.

***
Jarum pendek singgah di sisi barat.
Sudah saatnya kami melakukan peregangan tubuh dan memulai perjalanan. Kali ini Aku, Capo, dan Kak Gandong berada di garda depan sebagai navigator. Ujet menjadi sweeper. Walaupun aku seringkali berada di bagian belakang (menyerahkan kepada mereka berdua ditambah bang jedut dan bang medel yang lebih berpengalaman), setidaknya aku sekali-dua kali (sok) ikut diskusi tentang titik kami berada ataupun jalan yang akan dilalui. Kami beristirahat.

Tantangan pertama pada hari ini. Kami berada diluar jalur yang seharusnya. Yah, mau bagaimana lagi. Peta yang bisa kami unduh hanya bermodalkan jaringan dibuat pada tahun 1999. Banyak jalur baru yang tidak terlacak di peta kami.

Bang Jedut dan Bang Mebel menghampiri 2 orang penduduk.
Pakaian warna hijau semak, senapan angin, teropong, dan tas upin ipin berwarna merah muda. Pastinya mereka sedang berburu. Logatnya membuat kami yakin bahwa mereka memang penduduk kaki gunung salak.
“Kalau kalian lurus kesitu terus belok kanan ada villa bang”.

Villa yang diduga pernah bang Jedut temukan saat survey sebelumnya. Villa Assalamualaikum. Nama yang menarik. Kami membentang flysheet di dekat gapura villa. Dimana pun kami berada, tuhan tetap lah ada. Bergantian salat dilanjut makan bekal yang disiapkan oleh Umi. Ayam goreng dengan sambal. Pemilihan menu yang pas. Cukup simpel dan praktis untuk dimakan di tengah perjalanan.

Soke menebas semak-semak yang menghadangnya. Kami melanjutkan perjalanan. Namun kali kami mencoba memenuhi salah satu objektif kami. Buka jalur dan navigasi darat. Ranting dan dahan pohon yang lebat terkadang menarik carrier-ku agar tetap diam. Tanah yang cukup miring memaksa kami untuk selalu berpegangan pada tanaman yang ada.

Bang Jedut, bang Mebel, Micin, Koro, dan Soke. Prajurit terdepan dalam perjalanan menemukan rute yang harusnya kami lalui. Bersenjatakan parang, peta, kompas, dan diiringi musik pop mereka terus mencoba kemungkinan yang ada.

Langit kunjung mulai gelap.
Kami membuat camp buatan untuk bermalam. Lahan yang kecil. Namun cukup. Semoga di tempat ini kami bisa berlindung dan memanjakan tubuh untuk malam ini. Menyalanya perapian diiringi matangnya makanan. Menu kali ini sandwich dan daging BBQ. Menu yang di-request oleh bang Jedut (aslinya Burger).

Satu per satu memejamkan mata di dalam tenda. Kecuali mereka yang masih berjaga di perapian. Awalnya kukira perapian ini hanya tradisi semata. Ternyata mampu memperdalam ‘perkenalan’ antar kami secara alami.

Pukul 05.00 : Hari Kedua

Pilop memanaskan air. Tehnya terasa sangat enak pagi itu. Pagi ini kami hanya makan makanan kemasan yang sudah disiapkan sebelumnya. Roti aoka dan sosis.

Masing-masing sibuk bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Kami berdiskusi terlebih dahulu. Melihat pengalaman kami kemarin hari. Dibutuhkan waktu yang lebih banyak dari perkiraan awal kami untuk mempraktikan buka jalur dan navigasi darat. Di lain sisi kami juga harus menuju camp 2 untuk melaksanakan pengabdian masyarakat berupa pemasangan plang penunjuk arah.
Diskusi kami begitu serius.
Diputuskan langsung ke camp 3 agar kami bisa melaksanakan praktik materi navigasi darat. Mengingat waktu yang terbatas dan adanya variabel lain yang tidak kami ketahui di atas sana. Walaupun bakal menunda pengabdian masyarakat yang sudah kami siapkan.

***
Navigasi darat kami berjalan lancar walaupun sempat meleset sehingga nyaris menuntun kami terjun ke lereng. Sisa waktu yang ada kami putuskan menapaki jalan yang sudah ada. Kemungkinan bekas mapala lain.
Kami berhenti.

Cukup luas. Jauh berbeda dengan camp buatan kami kemarin. Kami mungkin dapat memasang 20 tenda di camp 3 ini. Seperti biasa, kami membagi tugas. Laki-laki memasang tenda dan perapian. Para wanita memasak. Kali ini nasi sop dan telur dadar. Namun naas, hujan turun lebat dari sore sampai malam. Memaksa kami untuk tidak memasak malam itu dan tidur lebih awal.

***
Pukul 03.00 : Perapian

Sekali lagi. Sungguh menarik sesi perapian ini.
Kali ini Micin menceritakan tentang keluarga dan perkembangan perilakunya setelah pertukaran pelajar di Amerika. Menggemaskan. Fajar ini juga lebih banyak orang yang bangun lebih pagi. Membuat obrolan ini semakin menarik.

Sarden telah matang. Menu makan kami pagi ini. Pengalaman pertama kali ku memakan sarden kalengan. Tidak begitu buruk. Malahan enak. Dilanjut persiapan untuk perjalanan ke bawah menuju basecamp mang acim. Selama perjalanan turun kami lebih santai. Banyak hal yang kami lakukan. Berenang. Di inisiasi oleh Kak Gandong yang tiba tiba menceburkan dirinya ke kolam. Diikuti oleh aku dan yang lainnya. Werewolf juga sempat kami mainkan untuk menunggu hujan reda.

Pukul 19.00 : Pulang

Setelah makan dan evaluasi sebentar di base camp mang acim, kami pulang. Perjalanan ini sungguh menyenangkan. Banyak hal baru yang aku ketahui dari saudara-saudara. Banyak poin pertemanan yang bertambah selama perjalanan berlangsung. Dan banyak peristiwa yang layak diceritakan ketika bertemu kembali di hari kelak