IMG_0450Naik gunung bagi Saya bukan hal baru. Tapi naik gunung di usia 43 tahun adalah pertama kali Saya lakukan. Betul-betul luar biasa. Apalagi sudah 13 tahun Saya tidak mendaki gunung sampai ke puncak. Ada perasaan penasaran, takut, kuatir, mungkin sama dengan perasaan Saya ketika pertama kali naik gunung sekitar 27 tahun lalu ketika masih jadi siswa SMA. Tidak hanya butuh persiapan untuk pendaki gunung seumuran saya, tapi lebih masalah keberanian dan keyakinan bahwa Saya masih mampu mendaki gunung.

 

Ternyata masih mampu !  hari minggu, 21 April 2013 Saya ada di puncak Gunung Gede, setelah sekitar 13 tahun tidak mendaki gunung. Bertepatan dengan hari Kartini, Saya menikmati kembali dinginnya hembusan angin alun-alun Suryakencana, melihat kembali sinar keemasan mentari pagi di Puncak Gunung Gede, menghirup kembali harumnya bunga edelweis, merasakan kembali hangatnya persahabatan para pendaki gunung. Hari yang sungguh luar biasa.Hari yang menjadi tonggak terobosan untuk sebuah keyakinan kemampuan mendaki gunung di usia 43 tahun.Saya yang sudah tidak percaya akan kemampuan sendiri, berubah menjadi yakin bahwa usia bukan hambatan untuk mendaki gunung.

 

164901_10151440390402637_655309956_nBanyak sahabat-sahabat yang punya kekuatiran seperti Saya. Dengan alasan macam-macam mereka kenyataannya tidak berani membuktikan bahwa kekuatiran itu tidak perlu ada. Dari sekitar 50 rekan alumni yang mendaftar untuk Ikut serta, hanya setengahnya yang betul-betul merealisasikan niatnya Mereka hanya selalu mengenang perjalanan-perjalanan pendakian ke puncak-puncak gunung, padahal kegiatan itu masih mampu dilakukan saat ini. Bahkan, pendakian kemarin betul-betul Saya nikmati prosesnya. Capek memang, sama sekali tidak ada penyesalan atau membuat kapok.

 

Sebelumnya Saya memang sempat kuatir karena tidak dapat menyempatkan waktu untuk latihan fisik sebelum pendakian. Untuk antisipasi masalah yang mungkin akan timbul saya konsultasi pada seorang sahabat yang juga seorang dokter.Saya ceritakan bahwa otot-otot Saya sering kaku apabila terkena udara yang sangat dingin atau olahraga yang agak berat. Beberapa minggu sebelumnya, dalam satu kesempatan menghadiri undangan pelatihan, Saya latihan berjalan kaki dari Cisarua ke Ciloto dikawasan puncak. Hasilnya ternyata, bangun tidur keesokan harinya kaki kaki semua kaku sulit digerakan. “Wah, berabe nih kalau di gunung kayak gini”, pikir Saya.Dokter menyarankan Saya untuk minum Neuron 5000 sebelum dan saat pendakian, dan selalu mengoleskan obat gosok di kaki.

 

Pendakian ini adalah perjalanan reuni karena dilakukan bersama sahabat-sahabat Stapala. Diantaranya bahkan, Ogun dan Sahri, adalah teman seangkatan yang selalu bersama mendaki Gunung Gede, Salak, Slamet, Merbabu, Lawu, Semeru, Rinjani, Kerinci, dan lain-lain yang saya sudah lupa tempat waktunya. Tentu saja banyak sekali kenangan suka dan duka bersama. Kenangan-kenangan itu sebagian bisa Kita ulangi bersama, berjalan bersama, menikmati capek bersama, bercanda, ketawa ketiwi, saling nyela, masak dan makan bareng, tidur satu matras, dan bahkan boker bareng. Pendakian istimewa ini adalah dalam rangka reuni, foto bersama, dan menghadiri undangan pelantikan anggota Stapala angkatan 2013. Selain Kami, angkatan 1990, dihadiri juga berbagai angkatan senior mampun yunior Saya.

 

Rombongan berangkat dari Kampus STAN pukul 07.00 WIB menggunakan bus wisata. Sabtu pagi yang sudah macet dari pintu keluar tol Ciawi membuat Saya baru tiba di Cibodas Pk.10.00 WIB. Pagi di Cibodas masih belum terlalu ramai pengunjung. Toko-toko souvenir dan warung makan sudah semua buka. Mobil di pelataran parkit juga sudah mulai padat. Cuaca cerah dan matahari bersinar terik. Tidak ada tanda-tanda hujan. “Hmm alhamdulillah, sebetulnya ngeri juga naik gunung di musim hujan begini”, Kata Saya dalam hati.

 

Setelah lapor di pos pendakian Cibodas, streching, dan berdoa bersama, Saya memulai pendakian bersama rombongan. Ada sekitar 20 orang anggota Stapala alumni, ditambah keluarga, dan diiringi beberapa orang anggota aktif yang masih berstatus mahasiswa. Senior Saya Assue dan Onot mendaki bersama anak-anak mereka. Hebat !  Menurut info Mas Onot saat ini usianya sudah 51 tahun. “Wow, jadi malu nih lihat semangatnya”.

 

Perjalanan pendakian di awal sangat nyaman. Langkah-langkah pendek perlahan tidak ubahnya jalan-jalan di mall. Udara siang ini di jalur Cibodas sangat sejuk karena tertutup pohon-pohon besar. Panas matahari seakan tidak mampu menembus rindangnya dedaunan. Kami berjalan sambil asik ngobrol masa lalu yang lucu-lucu. Gunung Gede adalah salah satu tempat yang paling sering Kami datangi di masa lalu. Saya lupa sudah berapa kali mendaki Gunung Gede sejak masa SMA sampai dengan usia menjelang 30 tahun. Saya berjalan cukup hati-hati, kuatir cidera di awal pendakian.Sahabat Saya Ogun sempat kram otot kaki, mungkin karena beban ransel yang cukup berat. “Elo masih kayak dulu sih Gun, bawa kerir gede dan bawa barang seabrek-abrek”, sela anak-anak ketika Ogun mulai meringis kesakitan. Untungnya anak-anak Stapala sudah siap, dan segera mengurangi beban seniornya. Perjalanan Cibodas ke Pertigaan Cibeureum memakan waktu sekitar 1 jam. Di perjalanan Kami melewati jalur yang dulunya rawa becek, sekarang sudah disediakan jalur kayu dan beton. Nyaman banget !  Saya sempat bertemu Shogy “Trupala” dan Donny Jangkrix “Green Ranger” di rombongan yang berbeda di perjalanan.

 

935062_10200328946924493_44042840_nKondisi jalur memang terlihat sangat baik dan pepohonan tampak sangat hijau segar. Gunung Gede baru saja ditutup dari pendakian selama beberapa bulan untuk konservasi dan baru dibuka awal April lalu. Saya banyak bertemu pendaki yang turun gunung. Dari penampilannya, mereka kemungkinan besar turun dari air terjun Cibeureum. Kebanyakan tidak membawa bekal dan perlengkapan yang memadai, seperti pengunjung tempat wisata biasa. Menurut Saya, walaupun jarak ke Cibeureum tidak terlalu jauh, seharusnya para pengunjung harus tetap mengantisipasi situasi dan kondisi. Saya tiba di pertigaan Cibeureum sekitar Pk. 13.00 WIB. Namanya Pos Panyangcangan. “hmm lupa, apakah dulu namanya seperti ini ?”, Saya coba mengingat-ingat. Saya beristirahat bersama Ogun, Sahri, Siti, dan beberapa pendamping, Petoy, Boas, Kadal, Gengkhis. Para pendamping memang mendapat tugas untuk mengawal Kami. Rombongan lainnya sudah mendahului berjalan di depan.

 

Pendakian setelah pos Panyangcangan lebih terjal dari sebelumnya. Saya sangat menikmati perjalanan ini. Teman-teman saya kira juga demikian. Kami berjalan, walaupun perlahan, tapi stabil. Setiap 15 menit Kami berhenti, mengambil napas, dan meluruskan kaki selama 3-5 menit. Cukup hebat untuk ukuran veteran yang sudah lama nggak naik gunung. Saya berjalan di depan, sementara paling belakang adalah tim “pengawal” Stapala. Udara tetap masih sejuk. Tidak hujan, tapi juga tidak panas. Keringat keluar lebih karena pergerakan pendakian yang menguras energi.

 

922504_4716415310265_607385355_oMelewati sumber air panas, Saya berjalan dengan cukup hati-hati. Sejak dahulu Saya memang mencatat tempat ini sebagai lokasi yang harus Saya waspadai ketika mendaki Gunung Gede. Air panas yang mengalir di jalur pendakian mengeluarkan asap mengebul yang membuat kaca mata saya berembun. Dan ketika itu Saya harus melepaskan kaca mata. Padahal tanpa kacamata langkah dari batu ke batu jadi bisa salah langkah ke air panas disekitarnya. Untungnya kali ini pendakian di siang hari, ketika saya harus membuka kacamata, jalur batu batu masih terlihat cukup jelas. Panas nya air terasa nikmat di kaki yang mulai lelah. Di tempat-tempat yang menarik tentu saja Kami sempatkan foto-foto.

 

Kami makan siang pada saat sudah menjelang sore di Pos Kandang Batu. Kami makan dengan menu matang yang dibawa dari Pos Cibodas. Saya makan nasi bekal yang dibawa dari rumah. Nikmat banget makan bareng di bawah pepohonan rindang. Suasana yang sudah lama saya tidak alami. Hanya sekitar 15 menit menyempatkan makan siang, Kami langsung melanjutkan perjalanan.

 

Pendakian terasa semakin berat seiring dengan hari yang semakin sore. Saya tiba di Pos Kandang Badak ketika hari sudah gelap. Suasana di pos ini sangat ramai oleh pendaki yang berhenti beristirahat maupun yang bermalam. Tenda-tenda berdiri di kiri kanan. Tampak mereka sedang menikmati kebersamaan, bercanda, ngobrol sambil ngopi atau makan malam. Saya sekilas langsung terkenang masa-masa ketika mendaki gunung rutin dilakukan. Kadal kemudian mencari lokasi di mana Kami cukup leluasa untuk beristirahat. Kami akan makan malam di pos ini. Petoy yang jadi pemimpin rombongan tadi mengingatkan bahwa target Kita malam ini adalah menginap di alun-alun Suryakencana.Ia kemudian berjalan mendahului Kami untuk menyusul rombongan yang sudah berjalan di depan.

 

CIMG0255Di Pos Kandang Badak Kami makan malam. Menu makan Kami cukup lengkap, ada nasi, mie instan, kornet, teri kacang. Minumannya ada kopi, dan jahe panas. Nikmat banget makan malam rame-rame sambil ngobrol kesono kemari. Kami memutuskan untuk tidak segera melanjutkan perjalanan ke Alun-alun Suryakencana. Secara fisik sudah cukup lelah, dan antisipasi cuaca dengan angin besar ketika melewati puncak gunung di malam hari. Alasan lain adalah Kami kepingin melihat sun rise di puncak. Walau tidak membuka tenda, Kami menggelar matras dan sleeping bag untuk beristirahat. Entah kenapa, saya tidak bisa tidur. Walau sudah coba untuk memejamkan mata. Udara gunung Gede makin malam makin dingin. Sleeping bag jadi teman beristirahat yang nyaman. Selain itu saya mengenakan jaket dan kaos kaki tebal untuk melawan dingin. Saya lihat teman-teman akhirnya terlelap. Saya akhirnya juga tidur diantara remang-remang cahaya lilin di pinggir Pos Kandanga Badak.

 

Pukul 02.00 Kami bangun dan bersiap-siap untuk kembali melanjutkan pendakian. Saya menyempatkan diri untuk membuang hajat sebelum jalan. “ Ayo Gun, Kita cari tempat nyaman buat boker !”,  saya coba cari kawan. Dan boker bareng jadi ajang reuni seperti yang kami sering lakukan di gunung-gunung yang Kami daki dahulu. Pukul 03.00 Kami mulai pendakian. Udara cukup dingin, walau tidak dibarengi angin kencang yang sering muncul di Gunung Gede bagian puncak. Jalur pendakian lebih terjal dibanding jalur tadi siang. Saya terus berjalan diterangi senter LED yang sangat terang. Cuma saya yang memegang senter. Teman-teman semua mengenakan head lamp. Jalur terjal “tanjakan setan” ternyata saat ini di buat memutar sebagai jalur alternatif. Semua pendaki diarahkan tidak lagi melewati jalur ini. Tanjakan setan sangat terkenal di masa lalu sebagai jalur terjal tegak lurus yang harus dilalui pendaki menjelang puncak. Pendaki harus memanfaatkan tali-tali yang terpasang disana. Kali ini saya tidak merasakan lagi sensasi itu.

 

Tahap selanjutnya Kami sudah tiba di jalur pendakian yang sedikit terbuka. Rimbunnya pepohonan sudah digantikan pohon-pohon berdahan rendah. Langit mulai terlihat dengan bintang-bintangnya. Dibelakang terlihat Gunung Pangrango yang berdiri gagah. Tampak senter-senter yang bergerak di kejauhan tanda para pendaki sudah mulai bergerak menuju puncak. Tanjakan semakin terjal, saya masih bisa menikmati pendakian walau sudah mulai bertanya-tanya “Kok, nggak nyampek-nyampek ya ?”

 

Akhirnya Kami tiba di pinggiran atas kawah Gunung Gede sekitar pukul 05.00 WIB. Saya bersyukur dan seneng banget bisa kembali ke puncak Gunung Gede. Tidak terbayangkan sebelumnya Saya, Ogun, dan Sahri sebagai kawan sejalan seiring bisa bareng-bareng naik gunung lagi dan sampai di puncak. Cahaya matahari sedikit-sedikit sudah mulai menguak cakrawala. Warnanya merah kekuningan, mencoba menerobos awan-awan tebal yang menutupi langit. Kawah Gunung Gede yang sangat besar tampak jelas. Kami kemudian berjalan menyusuri kawan menuju titik tirangulasi Gunung Gede. Cukup banyak pendaki yang sudah tiba di puncak. Mungkin sebagian dari mereka memang menginap di puncak. Diseputaran puncak Gunung Gede tumbuh pohon-pohon besar yang bisa melindungi mereka yang menginap dari dingin dan angin. Sayangnya, masih saja saya lihat ada pendaki pemula yang berusaha mencoret bebatuan. “Kok masih ada ya yang begini “, Saya bergumam, tanpa juga coba untuk mencegah.

 

Hal luar biasa yang harus dicatat adalah saat ini di puncak ada orang-orang yang berjualan nasi uduk dan teh atau kopi panas. Luar biasa, mereka berjualan di puncak gunung !  kondisi yang sama sekali tidak terpikir ketika saya naik gunung gede 15-20 tahun lalu. Saya dan Ogun langsung aja duduk di pinggir kawah dan sarapan nasi uduk. Maknyuuusss !.  Kemudian, setelah puas menikmat puncak dan foto-foto, Kami turun menuju alun-alun Suryakencana. Hari sudah terang. Hangatnya matahari sudah dapat Kami rasakan menembus jaket. Menembus pepohonan yang cukup rimbun, Saya turun dari puncak ke alun-alun Suryakencana.

 

Pagi hari di Suryakencana masih seperti dulu, menakjubkan. Kabut tipis sedang berganti panasnya mentari pagi. Birunya langit menciptakan pagi cerah. Saya selalu terkagum-kagum setiap kali melihat Suryakencana, padang rumput luas di Gunung Gede. Rumput tampak menghijau disepanjang mata memandang. Saya melihat tenda-tenda pendaki yang berkemah di Suryakencana. Jumlahnya mungkin ratusan tenda. Rombongan teman-teman Stapala juga tadi malam menginap di sini. Ceria sekali suasana pagi di Suryakencana. Tampak wajah-wajah gembira para pendaki yang sedang bercengkerama dengan kelompok masing-masing.

 

Setelah menyebrangi sungai kecil, saya tiba di lokasi upacara Pelantikan anggota Stapala 2013. Letaknya di bukit sebrang sungai, agak terpisah jauh dari tenda para pendaki. Prosesi ucapara sedang berlangsung. Ada 16 anggota Stapala baru yang dilantik. Upacara dipimpin Ketua Stapala, Fawzan atau biasa dipanggil Lancip. Disaksikan oleh para anggota Stapala yang berseragam biru lengkap, satu  persatu peserta diklat diberi nomor anggota, slayer merah stapala, dan baju seragam biru. Ini adalah akhir penantian para peserta Diklat setelah menjalani proses penempaan sekitar 3 bulan. Mereka adalah orang-orang tangguh yang memilih untuk menjadi anggota Stapala atribut Stapala. Saya kemudian diberi kehormatan untuk memberikan ucapan selamat langsung di depan anggota upacara. Tidak ada hal penting yang perlu disampaikan, mereka yang hari ini ada di Alun-alun Suryakencana adalah orang-orang yang telah mendedikasikan sebagian hati, pikiran, dan materi untuk organisasi yang mereka cintai, Stapala.” Kalau saya dan angkatan Saya ada di sini setelah 23 tahun dilantik sebagai anggota, maka saya harap Kalian akan ada di sini untuk Stapala setidaknya 25 tahun ke depan”, Kira-kira itu hal yang Saya ingat untuk disampaikan. Upacara ditutup dengan foto bersama. Dan seperti biasa, heboohh…!

 

Upacara pelantikan di alun-alun Suryakencana ini adalah yang ke dua kalinya bagi Saya. Pertama kali adalah tahun 1992, ketika Saya masih mahasiswa tingkat III. Sebelumnya Kami, Stapala, belum memiliki seragam. Pelantikan tahun 1992 adalah untuk pertama kalinya seragam Stapala dikenakan di acara resmi organisasi, kalau nggak salah tepatnya Bulan Februari 1992. Waktu itu kordinator Diklat adalah Buchori Nahar. Setelah tahun 1992, saya masih ikut pelantikan anggota tapi lokasi pelantikan tidak lagi di Alun-alun Suryakencana. Tahun 1993 sampai dengan 1997 saya absen karena kerja di Malang. Tahun 1997-2000 pelantikan tidak di alun-alun Suryakencana. Ya, memang ini upacara kedua kalinya saya mengenakan seragam di Suryakencana.

 

Setelah berkumpul di area tenda Stapala, kembali Kami foto bersama. Beberapa alumni memang tidak ikut upacara pelantikan dan memilih tinggal di tenda. Lokasinya sekitar 200 meter dari lokasi upacara. Dan foto bersama ini adalah theme kegiatan resmi Stapala alumni. Assue, Ketua pengurus Nasional Stapala, mengharapkan program pendakian para alumni bisa digelar rutin, minimal setahun sekali. Beberapa fotografer Stapala di persiapkan untuk mengabadikan momen-momen indah ini. Untungnya, jaman sekarang kamera sudah pakai film digital, Kita tidak perlu menghemat-hemat film seperti tahun-tahun dahulu ketika Saya aktif berpetualang. “Ntar aja di Puncak, fimnya tinggal 5 nih..!”, begitu biasanya jawaban fotografer masa lalu kalau diminta foto. Asal batere masih full Kita bisa cetrak cetrek seenaknya.

 

Pukul 11.00 WIB rombongan besar Stapala berangsur angsur mulai turun gunung melalui jalur Gunung Putri. Saya tetap dengan rombongan 90’ers. Kabut mulai turun ketika Kami melintasi melintasi lautan pohon edelweis Suryakencana. Saya juga melihat rombongan lain sedang berkemas, dan sebagian lagi bahkan sudah ada di depan Kami. Panas sinar matahari yang tadi menyengat, kini sudah tertutupi awan putih. Cuaca berbalik menjadi mendung. Kami berjalan perlahan menapaki jalur Gunung Putri yang terjal. Saya punya pengalaman buruk turun gunung lewat jalur ini. Tahun 1998 saya pernah cidera kaki dan butuh 24 jam turun ke pos terbawah. Pengalaman yang masih terbawa sampai sekarang. Saya harus lebih berhati-hati karena beban kaki yang cukup berat ketika turun gunung di jalur yang terjal. Untungnya ada adik adik Stapala yang selalu siap membantu seniornya.

 

Akhirnya hujan pun turun mengiringi perjalan turun Kami. Deras sekali tiada henti. Kami tidak sempat lagi istirahat lama-lama untuk makan siang. Sambil menikmati air hujan, Saya, Ogun, Sahri dan teman-teman lain  terus berjalan beriringan menuju Pos terbawah Gunung Putri. Kami tiba di pos pendakian Gunung Putri sekitar pukul 4 sore dan langsung menuju warung untuk ganti baju. Nikmat banget rasanya teh manis panas yang disajikan di warung. Perut yang keroncongan selama perjalanan akhirnya bisa diisi. Mantaap !  Selanjutnya Kami pulang ke Jakarta ! thanks to teman-teman Stapala sudah mensupport Saya untuk back to Puncak Gunung Gede ! 

Ditulis oleh Indra Jabrix 263/SPA/90