Perjalanan selalu memberikan pelajaran yang tak terduga, itulah yang terasa oleh siswa-siswa Stapala 2017 dalam masa bimbingan yang mereka lalui sekarang. Masa bimbingan yang merupakan salah satu rangkaian acara dalam diklat anggota stapala, akan menjadi salah satu perjalanan yang tak terlupakan selama menjadi anggota, sama hal nya seperti diklat lapangan. Siswa bimbingan divisi Gunung Hutan 2017 ini, dirasa akan melalui masa bimbingan yang lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya. Kenapa? karena mereka akan melakukan perjalanan menuju Gunung Raung yang dimana kita tau jika Gunung Raung memiliki gelar sebagai gunung dengan medan terekstrim di Pulau Jawa yang akan sangat menantang para siswa bimbingan divisi gunung hutan tahun 2017 ini.
Persiapan segala sesuatu yang diperlukan sudah dimulai sejak jauh-jauh hari. Terlebih lagi para siswa yang membawa misi lain. Perjalanan kali ini tak hanya untuk mendaki sebuah gunung tetapi juga dapat memberi harapan dan kebahagian, juga semangat juang yang dirasa harus selalu kita pancarkan kepada orang banyak. Karenanya, beberapa kegiatan sosial pun turut disiapkan untuk mewarnai perjalanan bimbingan ini, sehingga bukan hanya rasa bahagia dalam diri sendiri saja yang didapat, namun rasa saling tolong menolong antar sesama dengan berbagi kebahagian dan bersilaturahmi dengan warga sekitar.
Pembuatan manajemen perjalanan, persiapan fisik, persiapan teknik, dll telah di tempuh oleh siswa. Rencana pun sudah disiapkan secara matang. Namun tetap saja, suatu hal terkadang terjadi tanpa diduga-duga. Di awal perjalanan, bebera orang pun sempat tertinggal oleh kereta, hal ini membuat kebingungan para siswa yang bisa dibilang baru pertama kali mengadakan perjalanan dengan jarak lokasi yang bisa dibilang sangat jauh. Tiket yang sudah dibayarkan pun terbuang sia-sia, hanya menyisakan bangku-bangku kosong yang berada di sekitar siswa yang berada di kereta. Rasa ragu sempat terpikirkan oleh para siswa yang menaiki kereta tanpa 5 orang yang seharusnya mengikuti perjalanan itu, namun dengan tekad yang kuat para siswa yang tertinggal pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan merencanakan menaiki kerata lain. Nantinya mereka akan bertemu kembali di stasiun Surabaya sebelum melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. Saat bertemu kembali, pertemuan pun dipenuhi dengan rasa tawa dan ironi, karena sesungguhnya keterlambatan kereta ini pernah terjadi ditahun lalu. Candaan-candaan pun terlontar dari masing-masing siswa.
Sesampainya di Kalibaru kami telah disambut oleh cak Hilmi dan rombongan, Selama di Kalibaru kami berdiam di rumah cak Hilmi / pos Regaspala. Cak Hilmi sangat dikenal dikawasan kalibaru, beliau terkenal sebagai orang-orang yang pertama membuka jalur pendakian Gunung Raung dari kalibaru yang sering digunakan para pendaki saat ini. Banyak hal yg beliau ceritakan tentang hubungannya dengan Stapala yang telah terjalin bertahun-tahun. Beliau sendiri berkata sudah menganggap seperti keluarga sendiri kepada anggota Stapala. Disitulah kami mendapat banyak hal, cak hilmi memberi banyak bantuan terkait tempat tinggal, pengurusan izin dan administrasi, pelatihan, dll. Dari pagi
ketika matahari belum berada di ketinggian yang sempurna hingga larut tengah malam pun dibahas dengan banyak hal terkait pendakian menuju Raung bersama beliau. Disana lah kami mendapat pelajaran unik, beliau berkata bahwa kami sedang melakukan diklat ulang. Tak sedikit hukuman push-up kami terima dari beliau. Dari sini kami menyadari betapa kekeluargaan yang didapat dari hubungan rasa mencintai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan kecintaan kepada alam yang sama dapat menyatukan banyak orang.
Keesokan hari, semua pun terbangun dari tidurnya dikala matahari masih rendah. Petualangan yang sebenarnya sebentar lagi akan dilalui. Ya, melakukan perjalanan menuju Puncak Sejati Gunung Raung. Untuk perjalanan ini kami membaginya menjadi 3 hari 3 malam. Di hari pertama, kami memulai dari pos Regaspala dengan ojek dan mulai mendaki dari pos 1 sampai pada camp 4, dan kita bermalam di camp 4. Di hari kedua kita melanjutkan perjalanan dari camp 4 menuju camp 7 dan bermalam di camp 7. Dan di hari terakhir ini, merupakan hari puncak. Kita memulai pendakian yaitu summit attack yang dimulai dari pukul 2 pagi menuju puncak bendera lalu puncak sejati, lalu kembali ke camp 7, dan dari camp 7 pun kami segera membereskan barang dan kembali turun ke pos 1. Rencana perjalanan ini juga tidak terlepas dari saran cak Hilmi yang beliau berikan sebelum perjalanan.
Perjalanan yang dirasakan di hari pertama diawali dengan perjalanan menggunakan ojek yang dirasa cukup unik, 1 jam lebih perjalanan di tempuh untuk mencapai pos 1 dari basecamp Regaspala. Perjalanan dimulai dengan melewati keramaian kecamatan kalibaru, hingga persawahan yang dimana dari tanah yang luas ini kita sudah dapat melihat target Gunung Raung dengan sangat jelas, dan mulai memasuki vegetasi hutan yang terkadang melewati tanjakan yang sangat tinggi. Sempat ketika ojek yang siswa Gemak naiki tidak kuat untuk menaiki tanjakan, Gemak pun diminta untuk membawa motornya sendiri melewati tanjakan. Sesampainya di pos 1 kami pun disambut hangat dengan Bapak Ibu Sunarya dan beberapa warga, dan tak lupa juga kami menikmati kopi Raung yang nikmatnya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, sangat pas dinikmati saat kami ingin memulai pendakian.
Dari pos 1 kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, di hari pertama ini rute yang dilalui dengan awal jalan yang masih landai, lama kelamaan semakin agak menanjak, hingga mulai menanjak tanpa habisnya. Saat perjalanan ini, kami sempat menanam air untuk persedian kami ketika turun nanti dan untuk meringankan beban selama mendaki. Sampai di camp 4 kami pun segera mendirikan tenda. Camp 4 ini masih berada ditengah hutan, dengan area yang luas, dikatakan di camp 4 ini merupakan tempat bermalam yang paling aman. Dan kami pun disini beristirahat yang cukup, mengingat esok akan melanjutkan perjalanan di pagi hari.
Ketika pagi tiba, kami pun segera membuat sarapan, merapikan tenda dan semua barang-barang, dan tentu saja melakukan pemanasan agar berkurangnya kemungkinan cidera yang dapat terjadi dan mempersiapkan tubuh kami dalam melakukan perjalanan. Tapi sayang sekali, satu dari saudara kami, siswa Kutir, mengaku bahwa ia mengalami masuk angin dan keadaan badannya ketika itu tidak seperti biasanya. Tapi dengan begitu ia mengatakan bahwa akan tetap melanjutkan perjalanan. Lalu dimulai lah perjalanan pada hari kedua pada pukul 08.25 pagi. Perjalanan dihari kedua ini walaupun akan lebih singkat dari hari pertama, tetapi memiliki medan yang lebih berat dari sebelumnya. Tanjakan tanpa henti sudah dirasakan diawal perjalanan, punggungan demi punggungan pun kami lewati dalam perjalanan ini, pepohonan duri tentunya menjadi ciri khas dalam sepanjang perjalanan Raung ini. Jalanan yang menanjak tanpa henti terkadang membuat para siswa kelelahan sehingga istirahat kecil pun rutin dilakukan. Berbeda dengan para pembimbing yang terlihat selalu kokoh. Tapi hal itu tidak memudarkan semangat, para siswa tetap berjuang agar sampai tujuan. Dan sampailah pada camp 7, pos ini merupakan punggungan setelah tanjakan yang tetinggi, arenya pun cukup luas, bisa untuk membangun sekitar 6 tenda.
Keadaan di camp 7 ketika kami sampai sedang ramai, bahkan kami beruntung bahwa terdapat tempat untuk kami membangun tenda. Orang dari berbagai daerah pun memang sengaja datang ke Raung untuk merasakan medan terekstrimnya. Dan setelah kami mendirikan tenda, kami pun bergegas melakukan 1 kegiatan yang sudah direncanakan dari awal. Yaitu membantu kerja bakti para warga yang sedang memperluas camp 7 ini. Agar perjalanan kami dapat membawa manfaat yang lebih, kami pun pergi membantu para warga tersebut. Mulai dari meratakan perbukitan, batu, dan memadatkan tanah pun dilakukan. Sehingga pada hari itu tempat baru untuk pembuatan 3 tenda di camp 7 telah selesai. Setelah selesai, kami menyadari bahwa perjalanan summit esok akan dimulai di pagi hari sekali, dengan medan yang semakin berat lagi. Oleh karena itu kami mencoba memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik mungkin dari istirahat yang cukup, dan memasak untuk keperluan 2x makan yaitu makan malam sekaligus sarapan ketika pagi berangkat besok.
Namun ada 1 masalah dikala itu, Kutir keadaan nya semakin memburuk. Puncaknya dimalam hari, ia memiliki demam yang sangat tinggi yang kami khawatirkan fisik nya dalam perjalanan summit yang akan kami lalui esok. Namun dengan harapan semakin baik dan obat yang telah diminum kami pun segera beristirahat bersama.
Kami pun terbangun di tengah malam, dan segeralah kami bersiap-siap untuk mendaki, dengan menyiapkan alat yang dibawa, logistik, dan sarapan, terkhusus satu yaitu merupakan minuman kemenangan, adalah nutrijel coklat bercampur dengan nata de coco yang akan dinikmati ketika di puncak sejati nanti. Namun Kutir mengaku merasa masih tidak sehat dan memiliki demam tinggi, sehingga ia berkata bahwa ia tidak mampu untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun semakin bingung, dan pada akhirnya kami memutuskan untuk tidak menyertakan saudara kami ini dalam summit dan membutuhkan 1 orang lagi untuk menjaganya yaitu Gemak. Sehingga kami meninggalkan Kutir dan Gemak dalam summit attack ini, dengan rasa berat.
Dan barulah kami memulai perjalanan pukul 03.30, lebih lama 1,5 jam dari rencana. Perjalanan dimulai ketika masih gelap dan kembali menanjak. Keadaan dalam perjalanan ini kita sudah dapat melihat pemandangan kebawah yang sangat indah yang bisa kita nikmati saat perjalanan. Kami pun sampai di buncak bendera saat matahari masih pendek, dan pemandangan sangatlah indah. Oleh karena banyak anggota perjalanan yang mencoba mengabadikan momen dengan cukup lama, yang seharusnya kita bergerak cepat agar kabut belum naik ketika di puncak. Disana pun kami mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mencapai puncak sejati nanti.
Untuk mencapai puncak sejati di perlukan peralatan panjat yang cukup lengkap. Adapun peralatan yang dibawa :
No | Nama Alat | Jumlah |
1 | Webbing | 1 per orang + 1 backup |
2 | Carabiner | 3 + 1 per orang |
3 | Figure Eight | 1 per orang + 1 backup |
4 | Tali Karmantel | 30 Meter |
5 | Runner | 2 buah |
6 | Tali Prusik | 12 buah |
Puncak bendera merupakan batas vegetasi hutan dan gunung bebatuan, sehingga jika kita tidak menggunakan peralatan kita hanya dapat mencapai puncak bendera. Dengan perjalanan tanpa guide ini, untuk mengetahui jalan yang dilalui kita melakukan orientasi medan sendiri, terlebih lagi belum ada satupun anggota perjalanan yang pernah merasakan pendakian ke Raung. Tentu saja menjadi satu tantangan yang menarik bagi kami. Dengan usaha keras dan beberapa teknik seperti rapelling, moving together, anchoring, ascending, dll, jalur yang menantang dan terkadang melalui jalur yang sangat mematikan, semua dapat memacu adrenalin pendaki untuk mencapai puncak sejati. Perjalanan pun membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan jalan jembatan sirotol mustaqimnya yang terkenal, yaitu punggungan yang sangat sempit dengan jurang yang terlihat tidak berujung di kanan dan kiri, dan juga jalan melipirnya yang sangat sempit. Hal ini lah yang menggelari Gunung Raung sebagai gunung dengan medan terekstrim, dan pukul 09.55 kami sampai dengan keadaan kabut yang mulai naik. Perasaan senang pun menyelimuti kami semua, dan rasa capek pun terbayar ketika kita melihat papan yang bertuliskan Puncak Sejati dengan ketinggian 3.344 mdpl. Puncak sejati berada diatas kaldera Gunung Raung yang masih aktif, yang seperti kita tau tahun 2016 gunung ini masih aktif mengeluarkan lahar dari perut gunung. Adapun anggota perjalanan yang berhasil mencapai puncak sejati adalah Pleci, Tengu, Maskel dan para pembimbing yang terdiri dari Kak Jebul, Kak Saha, Kak Malger, dan Kak Jurem.
Yang perlu diingat saat summit adalah, kabut dipuncak sejati mulai naik ketika waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi, oleh karena itu para pendaki biasa memulai pendakian pukul 2 pagi agar ketika sampai puncak sejati tidak tertutup oleh kabut. Sesampainya di camp 7 kami mengecek kondisi saudara kami Kutir yang sudah semakin membaik. Kami pun tetap memutuskan untuk terus berjalan sesuai rencana agar kembali langsung ke pos 1 di hari itu juga. Segera kami lakukan persiapan untuk turun dan selesai pukul 16.30. Dalam perjalanan kebawah kami akan turut membantu membersihkan gunung dari sampah-sampah yang berserakan terkhususnya di masing-masing camp. Agar nantinya kebersihan di Gunung Raung ini dapat tetap terjaga.
Perjalanan kebawah merupakan kebalikan dari hari kemarin, kita hanya perlu menuruni jalur yang terjal sehingga langkah kami lebih cepat, namun memang jika kita tidak hati-hati maka kita akan mudah terpleset. Di awal perjalanan terasa amat singkat mencapai camp 4. Dengan keadaan menjelang malam, kami pun beristirahat selagi mempesipapkan alat penerangan untuk perjalanan malam. Dalam perjalanan malam, kunang-kunang pun turut menghibur perjalanan kami. Tak kalah juga suara anjing liar terdengar dari kejauhan juga mewarnai perjalanan malam itu. Sebelumnya cak Hilmi sempat berpesan agar tidak turun terlalu malam karena banyak hal yang beliau khawatirkan, namun kami tetap memberanikan diri. Medan hutan yang sangat rapat, dan jalan turunan harus membuat kami ekstra hati-hati dalam perjalanan. Kami pun sampai di pos 1 sekitar jam stngh 11 malam dan kembali di sambut dengan cak Hilmi dan kawan-kawannya.
Adapun detai perjalan kami sebagai berikut :
Perjalanan | Jarak Tempuh | Ketinggian Camp | Kordinat |
Pos 1 | – | 980 mdpl | 8°12’14’’ LS dan 114°00’05’’ BT |
Pos 1 – Camp 2 | 140 Menit | 1.431 mdpl | 8°10’27’’ LS dan 114°01’11’’ BT |
Camp 2 – Camp 3 | 70 Menit | 1.656 mdpl | 8°9’56’’ LS dan 114°0134 BT |
Camp 3 – Camp 4 | 65 Menit | 1.855 mdpl | 8°9’19’’ LS dan 114°01’52’’ BT |
Camp 4 – Camp 5 | 57 Menit | 2.115 mdpl | 8°08’59’’ LS dan 114°01’58’’ BT |
Camp 5 – Camp 7 | 162 Menit | 2.541 mdpl | 8°08’24’’ LS dan 114°02’14’’ BT |
Camp 7 – Camp 8 | 50 Menit | 2.876 mdpl | 8°08’12’’ LS dan 114°02’30’’ BT |
Camp 8 – Puncak Bendera | 70 Menit | 3.154 mdpl | 8°07’56’’ LS dan 114°02’55’’ BT |
Puncak Bendera – Puncak Sejati | 205 Menit | 3.344 mdpl | 8°07’32’’ LS dan 114°02’48 BT |
Puncak Sejati – Puncak Bendera | 113 Menit | 3.154 mdpl | 8°07’56’’ LS dan 114°02’55’’ BT |
Puncak Bendera – Camp 7 | 67 Menit | 2.541 mdpl | 8°08’24’’ LS dan 114°02’14’’ BT |
Camp 7 – Camp 4 | 80 Menit | 1.855 mdpl | 8°9’19’’ LS dan 114°01’52’’ BT |
Camp 4 – Pos 1 | 255 Menit | 980 mdpl | 8°12’14’’ LS dan 114°00’05’’ BT |
Kami pun tidak berlama-lama dan segera kembali menuju basecamp Regaspala dengan membawa oleh2 bubuk kopi Raung. Ketika disana, barulah kami bercerita banyak hal tentang perjalanan kami, dari serba-serbi perjalanan sampai teknik pendakian, dari hal-hal normal sampai hal-hal yang tidak normal. Cak Hilmi pun banyak bercerita tentang hal tersebut, terlebih soal hal tidak normal. Kami pun diberitahu bahwa hal yang menimpa satu saudara kami , Kutir, tersebut berhubungan dengan hal tidak normal, percaya dan tidak percaya. Jadi beliau mengatakan bahwa Kutir diikuti dari semenjak mendaki di camp 2, karena memang sebelumnya saudara kami tersebut dalam keadaan sehat. Terlebih lagi tedapat peristiwa aneh lain, perjalanan mendaki yang dialami dari pos 1 menuju camp 2 yang memakan waktu 2,5 jam terasa lebih lama ketika kembali yaitu memakan waktu 3 jam lebih, padahal perjalanan dirasa lebih mudah karena menurun. Namun para anggota pun tidak terlalu ingin membesar-besarkan hal tersebut dan langsung pergi beristirahat setelah obrolan bersama cak Hilmi dan evaluasi yang dilakukan.
Keesokan harinya, dimana kami merencanakan untuk pulang. Dihari ini lah kami sudah mempersiapkan 1 acara lagi yang akan dilakukan, yaitu bakti sosial. Bakti sosial yang akan dilakukan di sekolah kawasan Kalibaru ini tepatnya SMP Al-Islamiyah Kalibaru, diharap bagi kami dapat memberikan harapan dan pelajaran baru. Dalam acara ini, kami berharap dapat memberikan sesuatu kepada sekolah berupa alat tulis, dll yang semoga dapat berguna bagi para siswa-siswa SMP ini. Disini kami juga mencoba memotivasi para siswa agar tidak mudah menyerah.
Hal yang tak kalah penting, kami disini mencoba mengorbankan semangat mengabdi kepada negeri yang kami harap dapat berguna bagi generasi masa depan. Kami pun pulang setelah semua kegiatan selesai.
Ketika perjalanan pulang, di kota Surabaya. Kami pun dikunjungi oleh para alumni dan juga koorwil Surabaya yang disini menjadi media temu, sharing, dan silaturahmi bagi kami. Yang dimana sangat menyenangkan ketika para alumni dengan sangat baik mentraktir kami makan ditempat makanan khas Surabaya yang dapat mengisi perut kami hingga perjalanan pulang akan dimulai. Dan pada akhirnya kami bersembilan dapat pulang sampai Bintaro dengan selamat, Alhamdulillahirobbilalamin.
Recent Comments