Amerika Selatan menjadi tujuan selanjutnya untuk merealisasikan misi STAPALA menggapai puncak-puncak tertinggi dunia. Ekspedisi Aconcagua 2017 seperti penyambung rantai rangkaian ekspedisi-ekspedisi yang telah dirintis sejak tahun 1987 yang diawali dengan keberhasilan menapaki Puncak Kilimanjaro pada tahun 1991. Kemudian melalui Ekspedisi SAPTANUSA, dengan bangga STAPALA bisa mencapai puncak keduanya yaitu Cartenz Pyramid. Setelah itu pencapaian puncak Benua Eropa yang baru-baru ini digapai STAPALA menandai tercoretnya Elbrus dalam daftar tunggu rangkaian 7 Summits. Kini di depan mata sudah tercium aroma Puncak Aconcagua yang berada pada elevasi 6.962 mdpl sebagai target selanjutnya yang akan segera ditapaki.

Ekspedisi yang rencananya akan dilaksanakan mulai tanggal 23 Desember 2017 hingga 14 Januari 2018 tersebut menuntut banyak sekali persiapan baik secara teknis, administratif, manajemen, dan yang lainnya mengingat gunung yang akan didaki tersebut juga merupakan puncak tertinggi kedua di dunia setelah Everest dengan rentang suhu terendah antara -5°C hingga -25°C. Berbagai resiko pun bisa saja terjadi, namun yang terpenting bukan memikirkan resiko tersebut melainkan bagaimana mencegah atau menghindarinya. Keselamatan disini yang paling diutamakan.

Tim manajemen Ekspedisi STAPALA telah melakukan segala daya upaya untuk mempersiapkan apa saja yang diperlukan demi kelancaran ekspedisi. Pendanaan menjadi hal yang sangat vital dalam pelaksanaan ekspedisi ini, karena itu perlu orang-orang yang kompeten dibaliknya sebagai pengumpul pundi-pundi yang akan mendanai segala keperluan ekspedisi. Selain itu atlet yang akan berangkat mewakili STAPALA juga perlu penyeleksian yang ketat dengan harapan agar sanggup untuk menghadapi medan Aconcagua yang tidak biasa.

Proses seleksi atlet boleh dibilang memiliki rangkaian yang sangat panjang. Awal seleksi dilaksanakan sekitaran akhir Maret 2017 dengan diikuti oleh hampir 50 calon atlet. Seleksi dan pelatihan tersebut dilakukan oleh Coach Rachmat Rukmantara yang tentu telah berpengalaman dan berhasil dalam kegiatan ekspedisi-ekspedisi sejenis. Lokasi seleksi dan latihan ada di beberapa tempat, yaitu GBK, GOR Soemantri Brodjonegoro, GOR Bulungan, dan hutan kampus UI. Dalam seleksi Tahap Pertama yang diumumkan tanggal 3 Juni 2017 tersaring 12 calon atlet yang akan berjuang di tahap selanjutnya. Test fisik makin meningkat levelnya ketika mendekati seleksi tahap 2. Tanggal 29 Juli 2017 diumumkan siapa saja calon atlet yang lolos ke tahap berikutnya. Ada sembilan orang yang kemudian akan berjuang di test yang lebih menguji fisik dan mental. Ujian fisik tahap akhir begitu menguras tenaga. Salah satu bagian test itu adalah treking sejauh 7,5 km dengan jalur yang naik turun dan berkelok membawa beban yang tidak biasa yaitu pasir seberat 2/5 berat badan masing-masing. 1 Oktober 2017 menjadi hari diumumkannya perolehan poin masing-masing atlet untuk seleksi akhir. Keputusan tim manajemen hanya memberangkatkan hanya 3 atlet saja. Karenanya 3 calon atlet dengan perolehan poin tertinggi menjadi yang mewakili STAPALA untuk melaksanakan Ekspedisi Aconcagua. Mereka akan membawa nama besar STAPALA secara khususnya, membawa nama PKN STAN sebagai lembaga yang menaunginya, dan juga mewakili semangat pemuda Indonesia atas usaha mencapai puncak-puncak tertinggi dunia.

Dari seleksi dan pelatihan yang pajang, terpilihlah nama-nama atlet yang akan berjuang menuju puncak Aconcagua, mereka adalah:

  1. Eko “Gokong” Santoso 869/SPA/2009
  2. Patuan “Pasid” Handaka Pulungan 897/SPA/2010
  3. Ahmad Andrias “Ohan” Ardiyanta 988/SPA/2012

Latihan fisik harus terus dilaksanakan bahkan setiap hari sudah dibuatkan jadwal latihan khusus dari Coach Rachmat. Latihan rutin bersama dijadwalkan setiap hari sabtu di GOR Bulungan dengan didampingi langsung pelatih. Selain itu diadakan pula simulasi pendakian untuk lebih membiasakan fisik dan mental tehadap medan yang berat. Meskipun tidak ada gunung di Indonesia yang memliki karakteristik yang mirip dengan Aconcagua, tapi setidaknya dengan mengakrabkan dan membiasakan diri terhadap keadaan di ketinggian maka tubuh akan menciptakan memori-memori tersendiri yang nantinya akan dibangkitkan ketika berada di medan Aconcagua. Seperti misalnya beberapa waktu yang lalu sempat diadakan simulasi pendakian ke Gunung Gede secara lintas jalur Cobodas-Gunung Putri secara speed climbing dengan tetap membawa beban. Saat naik pun dipilih ketika masih dini hari dimana suhu di gunung memang sedang dalam keadaan paling rendah.

Ekspedisi Aconcagua tinggal menghitung hari. Kepada saudara-saudara STAPALA dimanapun berada dimohon bantuan, doa, beserta support demi kelancaran ekspedisi kita bersama tersebut. nDemi nama besar STAPALA yang mulai mendunia.